Kamis, 26 April 2012

True Love (Cinta Sejati)

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen

Seorang bijak berkata kepadaku, “Anakku, mari kita bicara tentang cinta. Cinta apa yang kau miliki?” Merasa diri ini memang belum paham apa makna cinta yang sebenarnya, maka aku dengarkan baik-baik setiap hikmah yang menyemburat seperti cahaya.


Anakku, kamu harus membuka hatimu lebar-lebar agar bisa menangkap esensi cinta yang akan aku sampaikan. Simpan pertanyaanmu nanti, karena setiap pertanyaan itu terlahir dari akal. Seperti langit, akal melayang tinggi di atas bumi tempatmu berpijak. Dan kau pun akan jauh dari hati pijakanmu, satu-satunya titik yang mampu menangkap esensi cinta.


Lihat batang bunga mawar itu. Dia punya potensi untuk mempersembahkan bunga merah dan harum yang semerbak. Namun jika batang itu tak pernah ditanam, tak akan pernah mawar itu menghiasi kebunmu. Maka, hanya dengan membuka diri untuk tumbuhnya akar dan daun lah, batang mawar itu akan melahirkan bunga mawar yang harum. Demikian juga dengan hatimu, anakku. Kau harus membukanya, agar potensi cinta yang terkandung di dalamnya bisa merekah, lalu menyinari dunia sekitarmu dengan kedamaian.


Anakku, begitu sering kau bicara cinta. Cinta kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada Tuhan… Apakah isi atau esensi dari cintamu itu? Kau bilang itu cinta suci, cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, cinta sepenuh hati, cinta pertama, … Apakah benar begitu, anakku?

Mungkin di kampung kau punya seekor kuda. Begitu sayangnya kau pada kuda itu. Setiap hari kau beri makan, minum, kau rawat bulunya, kau bersihkan, kau ajak jalan-jalan. Seolah kuda itu telah menjadi bagian dari hidupmu, seperti saudaramu. Kau mencintai kuda itu sepenuh hati. Namun, suatu ketika datang orang yang ingin membelinya dengan harga yang fantastis. Hatimu goyah, dan kau pun menjualnya. Cintamu tidak sepenuh hati, karena kau rela menjual cinta. Kau mencintai kuda, karena kegagahannya membuatmu bangga dan selalu senang ketika menungganginya. Namun, ketika datang harta yang lebih memberikan kesenangan, kau berpaling. Kau cinta karena kau mengharapkan sesuatu dari yang kau cintai. Kau cinta kudamu, karena mengharapkan kegagahan. Cintamu berpaling kepada harta, karena kau mengharapkan kekayaan. Ketika keadaan berubah, berubah pula cintamu.

Kau sudah punya istri. Begitu besar cintamu kepadanya. Bahkan kau bilang, dia adalah pasangan sayapmu. Tak mampu kau terbang jika pasangan sayapmu sakit. Cintamu cinta sejati, sehidup semati. Namun, ketika kekasihmu sedang tak enak hati yang keseratus kali, kau enggan menghiburnya, kau biarkan dia dengan nestapanya karena sudah biasa. Ketika dia sakit yang ke lima puluh kali, perhatianmu pun berkurang, tidak seperti ketika pertama kali kau bersamanya. Ketika dia berbuat salah yang ke sepuluh kali, kau pun menjadi mudah marah dan kesal. Tidak seperti pertama kali kau melihatnya, kau begitu pemaaf. Dan kelak ketika dia sudah keriput kulitnya, akan kau cari pengganti dengan alasan dia tak mampu mendukung perjuanganmu lagi? Kalau begitu, maka cintamu cinta berpengharapan. Kau mencintainya, karena dia memberi kebahagiaan kepadamu. Kau mencintainya, karena dia mampu mendukungmu. Ketika semua berubah, berubah pula cintamu.

Kau punya sahabat. Begitu sayangnya kau kepadanya. Sejak kecil kau bermain bersamanya, dan hingga dewasa kau dan dia masih saling membantu, melebihi saudara. Kau pun menyatakan bahwa dia sahabat sejatimu. Begitu besar sayangmu kepadanya, tak bisa digantikan oleh harta. Namun suatu ketika dia mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keyakinanmu. Setengah mati kau berusaha menahannya. Namun dia terus melangkah, karena dia yakin itulah jalannya. Akhirnya, bekal keyakinan dan imanmu menyatakan bahwa dia bukan sahabatmu, bukan saudaramu lagi. Dan perjalanan kalian sampai di situ. Kau mencintainya, karena dia mencintaimu, sejalan denganmu. Kau mendukungnya, mendoakannya, membelanya, mengunjunginya, karena dia seiman denganmu. Namun ketika dia berubah keyakinan, hilang sudah cintamu. Cintamu telah berubah.




Kau memegang teguh agamamu. Begitu besar cintamu kepada jalanmu. Kau beri makan fakir miskin, kau tolong anak yatim, tak pernah kau tinggalkan ibadahmu, dengan harapan kelak kau bisa bertemu Tuhanmu. Namun, suatu ketika orang lain menghina nabimu, dan kau pun marah dan membakar tanpa ampun. Apakah kau lupa bahwa jalanmu mengajak untuk mengutamakan cinta dan maaf? Dan jangankan orang lain yang menghina agamamu, saudaramu yang berbeda pemahaman saja engkau kafirkan, engkau jauhi, dan engkau halalkan darahnya. Bukankah Tuhanmu saja tetap cinta kepada makhlukNya yang seperti ini, meskipun mereka bersujud atau menghinaNya? Kau cinta kepada agamamu, tapi kau persepsikan cinta yang diajarkan oleh Tuhanmu dengan caramu sendiri.


Anakku, selama kau begitu kuat terikat kepada sesuatu dan memfokuskan cintamu pada sesuatu itu, selama itu pula kau tidak akan menemukan True Love. Cintamu adalah Selfish Love, cinta yang mengharapkan, cinta karena menguntungkanmu. Cinta yang akan luntur ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Dengan cinta seperti ini kau ibaratnya sedang mengaspal jalan. Kau tebarkan pasir di atas sebuah jalan untuk meninggikannya. Lalu kau keraskan dan kau lapisi atasnya dengan aspal. Pada awalnya tampak bagus, kuat, dan nyaman dilewati. Setiap hari kendaraan lewat di atasnya. Dan musim pun berubah, ketika hujan turun dengan derasnya, dan truk-truk besar melintasinya. Lapisannya mengelupas, dan lama-lama tampak lah lobang di atas jalan itu. Cinta yang bukan True Love, adalah cinta yang seperti ini, yang akan berubah ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Kau harus memahami hal ini, anakku.


Sekarang lihatlah, bagaimana Tuhanmu memberikan cintaNya. Dia mencintai setiap yang hidup, dengan cinta (rahman) yang sama, tidak membeda-bedakan. Manusia yang menyembahNya dan manusia yang menghinaNya, semua diberiNya kehidupan. KekuasaanNya ada di setiap yang hidup. Dia tidak meninggalkan makhlukNya, hanya karena si makhluk tidak lagi percaya kepadanya. Jika Dia hanya mencintai mereka yang menyembahNya saja, maka Dia namanya pilih kasih, Dia memberi cinta yang berharap, mencintai karena disembah. Dia tidak begitu, dia tetap mencintai setiap ciptaanNya. Itulah True Love. Cinta yang tak pernah berubah, walau yang dicintai berubah. Itulah cinta kepunyaan Tuhan. Anakku, kau harus menyematkan cinta sejati ini dalam dirimu. Tanam bibitnya, pupuk agar subur, dan tebarkan bunga dan buahnya ke alam di sekitarmu.


Dan kau perlu tahu, anakku. Selama kau memfokuskan cintamu pada yang kau cintai, maka selama itu pula kau tak akan pernah bisa memiliki cinta sejati, True Love. Cinta sejati hanya kau rasakan, ketika kau melihat Dia dalam titik pusat setiap yang kau cintai. Ketika kau mencintai istrimu, bukan kecantikan dan kebaikan istrimu itu yang kau lihat, tapi yang kau lihat “Ya Allah! Ini ciptaanMu, sungguh cantiknya. Ini kebaikanMu yang kau sematkan dalam dirinya.” Ketika kau lihat saudaramu entah yang sejalan maupun yang berseberangan, kau lihat pancaran CahayaNya dalam diri mereka, yang tersembunyi dalam misteri jiwanya. Kau harus bisa melihat Dia, dalam setiap yang kau cintai, setiap yang kau lihat. Ketika kau melihat makanan, kau bilang “Ya Allah, ini makanan dariMu. Sungguh luar biasa!” Ketika kau melihat seekor kucing yang buruk rupa, kau melihat kehidupanNya yang mewujud dalam diri kucing itu. Ketika kau mengikuti sebuah ajaran, kau lihat Dia yang berada dibalik ajaran itu, bukan ajaran itu yang berubah jadi berhalamu. Ketika kau melihat keyakinan lain, kau lihat Dia yang menciptakan keyakinan itu, dengan segala rahasia dan maksud yang kau belum mengerti.


Ketika kau bisa melihat Dia, kemanapun wajahmu memandang, saat itulah kau akan memancarkan cinta sejati kepada alam semesta. Cintamu tidak terikat dan terfokus pada yang kau pegang. Cintamu tak tertipu oleh baju filosofi, agama, istri, dan harta benda yang kau cintai. Cintamu langsung melihat titik pusat dari segala filosofi, agama, istri, dan harta benda, dimana Dia berada di titik pusat itu. Cintamu langsung melihat Dia.


Dan hanya Dia yang bisa memandang Dia. Kau harus memahami ini, anakku. Maka, dalam dirimu hanya ada Dia, hanya ada pancaran cahayaNya. Dirimu harus seperti bunga mawar yang merekah. Karena hanya saat mawar merekah lah akan tampak kehindahan di dalamnya, dan tersebar bau wangi ke sekitarnya. Mawar yang tertutup, yang masih kuncup, ibarat cahaya yang masih tertutup oleh lapisan-lapisan jiwa. Apalagi mawar yang masih berupa batang, semakin jauh dari terpancarnya cahaya. Bukalah hatimu, mekarkan mawarmu.


Anakku, hanya jiwa yang telah berserah diri saja lah yang akan memancarkan cahayaNya. Sedangkan jiwa yang masih terlalu erat memegang segala yang dicintainya, akan menutup cahaya itu dengan berhala filosofi, agama, istri, dan harta benda. Lihat kembali, anakku, akan pengakuanmu bahwa kau telah berserah diri. Lihat baik-baik, teliti dengan seksama, apakah pengakuan itu hanya pengakuan sepihak darimu? Apakah Dia membernarkan pengakuanmu? Ketika kau bilang “Allahu Akbar,” apakah kau benar-benar sudah bisa melihat keakbaran Dia dalam setiap yang kau lihat? Jika kau masih erat mencintai berhala-berhalamu, maka sesungguhnya jalanmu menuju keberserahdirian masih panjang. Jalanmu menuju keber-Islam-an masih di depan. Kau masih harus membuka kebun bunga mawar yang terkunci rapat dalam hatimu. Dan hanya Dia-lah yang memegang kunci kebun itu. Mintalah kepadaNya untuk membukanya. Lalu, masuklah ke dalam taman mawarmu. Bersihkan rumput-rumput liar di sana, gemburkan tanah, sirami batang mawar, halau jauh-jauh ulat yang memakan daunnya. Kemudian, bersabarlah, bersyukurlah, dan bertawakkallah. InsyaAllah, suatu saat, jika kau melakukan ini semua, mawar itu akan berbunga, lalu merekah menyebarkan bau harum ke penjuru istana.


Semoga Allah membimbingmu, anakku.
=======================================================
Artikel diambil & diterjemahkan dari website ismailfahmi.org
by:http://surrender2god.wordpress.com

Untuk Ibunda Di Seluruh Dunia


Pada suatu hari, ketika Hasan al-Bashri thawaf di Ka’bah, Makkah, beliau bertemu dengan seorang pemuda yang memanggul keranjang di punggungnya.

Beliau bertanya padanya apa isi keranjangnya. “Aku menggendong ibuku di dalamnya,” jawab pemuda itu. “Kami orang miskin.

Selama bertahun-tahun, ibuku ingin beribadah haji ke Ka’bah, tetapi kami tak dapat membayar ongkos perjalanannya. Aku tahu persis keinginan ibuku itu amat kuat. Ia sudah terlalu tua untuk berjalan, tetapi ia selalu membicarakan Ka’bah, dan kapan saja ia memikirkannya, air matanya bergelinang. Aku tak sampai hati melihatnya seperti itu, maka aku membawanya di dalam keranjang ini sepanjang perjalanan dari Suriah ke Baitullah.

Sekarang, kami sedang thawaf di Ka’bah! Orang-orang mengatakan bahwa hak orangtua sangat besar. Pemuda itu bertanya, “Ya Imam, apakah aku dapat membayar jasa ibuku dengan berbuat seperti ini untuknya?”

Hasan al-Bashri menjawab, “Sekalipun engkau berbuat seperti ini lebih dari tujuh puluh kali, engkau takkan pernah dapat membayar sebuah tendanganmu ketika engkau berada di dalam perut ibumu!”

“Kasih ibu kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi

Tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia”



Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo


“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

Kakek…Untuk apa Tuhan menghadirkanku di dunia ini?




Sang Cucu:
Kakek…Untuk apa Tuhan menghadirkanku di dunia ini?

Sang Kakek (Bawa Muhaiyaddeen):


Tuhan telah mengajarimu segala sesuatu. Segalanya telah tertulis di dalam dirimu. Sebelum kau datang kemari, Dia berkata kepadamu, “Aku mengirimmu ke sekolah bernama dunia. Ia hanyalah tempat sementara. Kau harus pergi ke sana untuk sementara waktu untuk belajar mengenai sejarah-Ku, sejarahmu, dan sejarah lainnya. Kau harus mengerti siapa yang menciptakan segala sesuatu, siapa yang bertanggungjawab terhadap segala sesuatu, siapa Penjaga yang menjaga dirimu, dan apa milikmu yang sesungguhnya. Ketika kau telah belajar dan mengerti semua sejarah-sejarah ini, kau akan menyadari siapa dirimu dan siapakah Dia yang kau butuhkan, Sang Kebenaran, Dia Yang Maha Hidup.”


“Setelah kau mempelajari hal-hal ini semua, kau harus melewati suatu ujian. Lalu kau bisa membawa apa yang menjadi milikmu dan kembali ke sini. Tapi pertama, pergilah ke sekolah dan belajar. Lalu kembalilah.”


Tuhan mengatakan ini kepadamu dan kemudian mengirimmu ke sini. Sekarang adalah tugasmu untuk menemukan-Nya, untuk mengenal dirimu, dan untuk mengetahui apa kekayaanmu yang sejati. Itulah mengapa kau harus datang kemari. Maka, jadikan kebijaksanaanmu sebagai gunting dan periksalah milikmu dengan baik, potonglah apa-apa yang buruk. Dia telah memberikan segalanya kepadamu, tetapi kau harus memotong semua gambar yang kau ambil dengan kamera fotomu sendiri dan simpanlah hanya rol yang baik, itulah yang kau bawa menuju Penjagamu. Sambungkan semuanya dan singkirkan hal lainnya.

by;http://surrender2god.wordpress.com

Pohon Dan Buahnya


Oleh: Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
(diterjemahkan oleh Dimas Tandayu dan Herry Mardian)


SEORANG MURID bertanya pada Bawa Muhaiyaddeen, “Bisakah Guru menjelaskan kondisi spiritualku, di mana aku sedang berada saat ini?”


Sang Guru menjawab, “Sebuah benih haruslah ditanam di saat yang tepat. Ketika ia mulai tumbuh, akarnya menyelusup jauh ke dalam tanah, memeluk dari semua penjuru. Segera benihnya tumbuh menjadi sebuah pohon. Seiring perjalanan waktu, pohonnya akan semakin membesar, lalu berbunga dan berbuah. Tatkala berbuah, buahnya tampak tidak lagi memiliki ikatan dengan tanah. Walaupun pohonnya terikat ke tanah, namun buahnya justru terhubung kepada manusia dan seluruh makhluk hidup.


Anakku, hidupmu pun demikian. Walaupun kau telah tumbuh begitu tinggi, sama seperti pohon: keterikatan akalmu, pemikiranmu, dan hasratmu masih pada bumi dan keduniaan. Seperti itulah kondisimu saat ini.


Tapi anakku, kau memiliki sebuah penghubung dalam qalb-mu, di dalam hatimu, yang berfikir tentang Tuhan dan mencari-Nya. Akan aku jelaskan cara mengembangkan hubungan tersebut. Ikutilah arahan ini baik-baik.



Sebanyak apa pun keterikatanmu pada dunia, jika kau ingin menemukan Tuhan, jika kau ingin menapaki jalan menuju-Nya; engkau, doa-doamu dan ibadahmu harus seperti pohon. Walaupun sebuah pohon terikat ke tanah, ia memberikan buahnya untuk semua mahluk. Walaupun kau terikat pada dunia seperti pohon, niatmu harus seperti niat sebuah pohon terhadap buahnya: doa-doamu, pengabdianmu, ibadah-ibadahmu, keunggulan-keunggulanmu maupun semua yang kau lakukan harus terhubung dengan Tuhan, dan kau harus melakukan pekerjaanmu dengan diniatkan untuk kemaslahatan semua makhluk, bukan untuk dirimu sendiri. Maka setelah itu, barulah kau akan berjalan dengan baik ketika menapaki jalan menuju-Nya.”

========================================================

English Version (A Seed Must Be Planted At The Correct Time By M. R. Bawa Muhaiyaddeen)
by:http://surrender2god.wordpress.com

Kopi Kehidupan






Suatu hari, sebuah kelompok alumni universitas yang terdiri dari para sarjana sukses, berkumpul bersama untuk mengadakan acara reuni dengan mantan profesor mereka. Acara yang diadakan di kediaman sang profesor tersebut dihiasi hiruk pikuk dan canda tawa hingga tanpa mereka sadari pembicaraan berubah menjadi ajang curhat berisi keluh-kesah, stres dan kerasnya kehidupan.


Untuk menghangatkan suasana, sang profesor pergi ke dapur untuk meracik kopi. Sekembalinya dari dapur, ia membawa sebuah teko besar dan berbagai macam cangkir yang terbuat dari keramik, plastik, kaca, kristal dan beberapa cangkir murahan. Ia mempersilakan tamu-tamu beliau untuk menghidangkannya sendiri.


Ketika setiap mahasiswa menikmati sajian kopi, sang profesor berujar:


“Kalau kalian perhatikan, cangkir-cangkir yang bagus dipakai semua, yang tersisa hanyalah cangkir yang jelek dan murahan. Walaupun wajar bagi kalian untuk mengambil yang terbaik bagi diri kalian, itulah sumber stres dan masalah di dalam kehidupan kalian.


Tahukah kalian bahwa cangkir itu sendiri tidak merubah cita rasa kopinya. Terkadang cangkirnya lebih mahal dan menyembunyikan nilai kopi yang kita minum.


Sebenarnya yang kalian inginkan hanyalah kopi, bukan cangkirnya, tapi tanpa kalian sadari kalian mengambil cangkir yang paling bagus dan kalian mulai membandingkannya dengan cangkir orang lain.


Sekarang pertimbangkan hal ini: Jika kehidupan kita andaikan sebagai kopi; karir, uang dan jabatan sebagai cangkir. Mereka (karir, uang dan jabatan) hanyalah alat yang berfungsi untuk menampung kehidupan, dan jenis cangkir yang kita miliki tidak dapat menentukan atau pun merubah kualitas kehidupan yang kita miliki.


Begitu sering, karena terfokus pada cangkir, kita gagal menikmati kopi yang dihidangkan oleh Tuhan.”
Tuhan mendidihkan kopinya, bukan cangkirnya.



Selamat menikmati kopinya...!

==============================================================


Sumber: KlipingKehidupan.org

Pemburu Belajar Belas Kasih dari Anak Rusa

Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen SALAM sayangku padamu, cucu-cucuku, anak-anakku, saudara-saudaraku. Sudah pernahkah engkau melihat seekor anak rusa? Perkenankan aku bercerita tentang seekor anak rusa dan induknya. Dengarkanlah dengan seksama! Cerita ini akan memberitahukanmu mengenai perbedaan antara kesadaran manusia dan kesadaran binatang. Pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki yang suka berburu. Dia akan masuk hutan dengan membawa sebuah senapan atau busur dan anak panah, dan dia akan menembak kijang, rusa besar, dan binatang-binatang lainnya. Seperti sebagian besar pemburu, dia suka makan daging binatang yang dibunuhnya, tapi dia mendapati daging rusalah yang paling lezat. Sekarang, laki-laki itu sedang berburu, membunuh, dan makan seperti ini hampir sepanjang hidupnya. Kemudian, pada suatu hari, dia menemukan seekor rusa yang sedang menyusui anaknya. Ini membuatnya gembira, karena dia lelah dan tahu bahwa rusa tersebut tidak bisa kabur pada saat menyusui bayinya, jadi dia menembaknya. Tapi sebelum mati, rusa betina itu berteriak, “Duhai manusia, engkau telah menembakku, jadi cepat makanlah aku, tapi jangan ganggu anakku. Biarkan ia hidup dan bebas!” “Aku mengerti apa yang sedang engkau minta,” jawab pemburu tadi, “tapi aku berencana untuk membawa anakmu pulang, membesarkannya, dan membuatnya sehat dan gemuk. Kelak anakmu juga akan menjadi daging untuk aku makan.” Anak rusa yang masih kecil itu mendengarnya dan berkata, “Duhai manusia, apakah pikiran seperti itu bisa diterima oleh Allah?” Pemburu itu tertawa, “Allah menciptakan binatang untuk dibunuh dan dimakan manusia.” “Duhai manusia, engkau benar. Allah memang menciptakan beberapa makhluk sehingga makhluk-makhluk lain bisa memakannya. Tapi bagaimana tentang dirimu. Jika ada hukum seperti itu untuk kami, maka mungkin juga ada hukum seperti itu untukmu. Pikirkanlah! Hanya ada satu orang yang siap untuk memakanku, tetapi ada banyak orang yang menunggu dengan semangat untuk memakanmu. Tidak tahukah engkau akan hal itu? Kelak, di hadapan Allah Yang Maha Esa, tempayak, cacing, serangga kecil di neraka, dan bahkan bumi itu sendiri akan sangat senang untuk melahapmu. Engkau yang adalah umat manusia harus berpikir tentang hal ini. Ketika kami para rusa ini terbunuh, kami dimakan segera, tetapi ketika engkau meninggal, engkau akan dimakan di neraka dengan cara yang begitu pelan, dalam periode waktu yang panjang. Engkau akan takluk pada neraka selama banyak generasi baru. Duhai manusia, Allah menciptakan aku dan dirimu. Engkau adalah manusia. Allah menciptakanmu dari tanah, api, air, udara dan eter. Aku adalah seekor binatang, tetapi Allah menciptakan aku dari unsur-unsur yang sama ini. Engkau berjalan dengan dua kaki, sedangkan aku berjalan dengan empat kaki. Meskipun warna dan kulit kita berbeda, namun daging kita sama. Berpikirlah tentang banyak cara dimana kita serupa! Jika seseorang membunuh ibumu pada saat engkau sedang menyusu, bagaimana perasaanmu? Sebagian besar orang akan merasa kasihan jika mereka membunuh seekor rusa dengan anaknya. Mereka akan berteriak, ‘Oh, aku tidak tahu!’ Tapi engkau tampaknya tidak mempunyai belas kasihan sama sekali. Engkau seorang pembunuh. Engkau telah membunuh begitu banyak nyawa tapi tidak pernah berhenti, untuk berpikir betapa sedih engkau nantinya jika seseorang membunuh ibumu. Malah engkau senang untuk membunuh tidak hanya ibuku, tetapi juga ingin membunuhku dan menyantapku. Karena engkau manusia, maka seharusnya berpikir tentang hal ini! Bahkan binatang yang paling kejam dan buas pun, mau berhenti untuk berpikir tentang apa yang telah aku katakan. Tidak dapatkah engkau memahami kesedihan seorang anak yang ibunya baru saja dibunuh? Apa yang engkau katakan kepada ibuku dan padaku, sangat menakutkan dan telah membuatku sangat menderita. Duhai manusia, engkau tidak mempunyai belas kasih Allah. Engkau bahkan tidak mempunyai hati nurani manusiawi. Engkau minum darah dan makan daging binatang-binatang sepanjang hidupmu tanpa menyadari apa yang telah engkau perbuat. Engkau menyukai daging dan suka membunuh. Jika engkau mempunyai hati nurani atau rasa keadilan, jika engkau dilahirkan sebagai umat manusia sejati, maka engkau akan berpikir tentang hal ini. Allah sedang melihatku dan kau. Kelak hari nanti, keadilan dan kebenaran-Nya akan menyelidiki hal ini. Engkau harus menyadarinya! Meskipun engkau seorang manusia, pikiranmu jauh lebih buruk daripada binatang berkaki empat. Jangan anggap dirimu adalah umat manusia. Kami jelas tidak menganggap demikian. Engkau mempunyai wajah manusia tapi bagi kami, kau lebih buruk daripada seekor binatang yang paling berbahaya dan bengis di hutan. Ketika kami melihatmu, kami takut. Tapi ketika kami melihat manusia sejati, kami tidak takut. Kami mungkin bahkan berjalan mendekatinya, karena kami seperti anak-anak kecil yang memeluk siapa saja seperti mereka memeluk ibunya. Duhai manusia! Aku hanyalah seekor anak binatang. Jika aku berbaring dengan tidak sengaja di atas seekor ular berbisa, maka ular berbisa ini tidak akan melukaiku. Atau jika aku tidak sengaja menginjak seekor ular, ular itu pun tidak akan melukaiku karena ia sadar bahwa aku masih muda. Bahkan serangga pun mengetahui bahwa aku masih kecil dan tidak akan menyengatku. Jadi bagaimana kau bisa melakukan hal seperti ini, duhai manusia? Engkau yang telah dilahirkan sebagai manusia harus memikirkan perbuatanmu! Sangatlah kejam untuk memeliharaku sebagai binatang piaraan hanya untuk memangsaku di hari kemudian. Setiap hari ketika kau memberiku makan, aku akan berpikir, ‘Aku mungkin dimakan esok hari.’ Hal ini akan menyiksaku terus-menerus. Hari demi hari, badanku, kegembiraanku, dan kehidupanku akan menurun. Pada akhirnya, semua yang akan tersisa dariku adalah kulit dan tulang. Aku akan kurus dan jatuh terkulai. Aku akan tidak berguna sama sekali bagimu. Aku akan terlalu sedih untuk hidup, jadi bunuh saja aku dan makanlah aku sekarang juga! Sebaiknya makan aku pada saat yang sama kau makan ibuku. Jika kau membunuhku sekarang sebelum mengalami penderitaan itu, setidaknya kau bisa menikmati daging muda tanpa dosa yang telah minum air susu ibunya. Nanti, aku tidak akan punya daging. Jangan membuatku menderita lebih lama lagi. Bunuhlah aku sekarang juga, agar aku menderita satu hari saja! Aku terlalu sedih untuk membicarakan lagi tentang hal ini.” “Wahai anak rusa, segala yang telah kau katakan adalah benar,” kata pemburu tadi. Kemudian dia dengan pelan-pelan mengangkat tubuh induk rusa dan membiarkan anak rusa tersebut kembali ke tempatnya. Malam itu, pemburu tadi menceritakan kepada para pemburu lainnya mengenai apa yang telah diajarkan anak rusa tersebut padanya. Semua yang mendengar cerita ini menangis. “Sudah begitu sering kita makan daging rusa, tapi sekarang kau ceritakan hal ini pada kita, jadi kita melihat karma yang menimpa kita melalui makanan yang telah kita makan. Tubuh kita dalam keadaan kacau. Sekarang kita menyadari bahwa kita tidak mempunyai belas kasih atau kearifan.” Dan mereka semua memutuskan untuk berhenti makan makanan seperti itu. “Biarkan anak rusa tersebut pergi,” seorang laki-laki berkata. “Tidak, berikan aku rusa itu!” kata laki-laki lainnya. “Aku akan membesarkannya sampai dewasa dan kemudian melepaskannya.” Tapi pemburu tersebut memutuskan untuk membesarkan sendiri anak rusa tadi. Dan selama bertahun-tahun, rusa itu menunjukkan pada pemburu tersebut kasih sayang lebih daripada yang ditunjukkan anak-anaknya sendiri. “Makhluk yang lemah-lembut ini mampu memberikan kasih sayang dan rasa terima kasih yang lebih banyak daripada umat manusia,” pikir laki-laki tersebut. “Rusa ini mencium dan menjilatiku serta mengeluarkan suara yang menyenangkan ketika aku menyuapinya. Dan bahkan rusa ini tidur di kakiku.” Sehingga tahun-tahun berlalu sampai rusa ini sepenuhnya dewasa. Kemudian pada suatu hari, laki-laki tersebut membawanya ke dalam hutan dan membebaskannya. Anak-anakku, kita masing-masing harus sadar tentang segala sesuatu yang kita lakukan. Semua binatang yang masih muda memiliki cinta dan belas kasih. Dan jika kita ingat bahwa setiap ciptaan pernah muda, maka kita tidak pernah membunuh nyawa lain. Kita tidak akan membahayakan atau menyerang makhluk hidup lain. Anak-anak dan cucu-cucuku, pikirkanlah tentang hal ini. Jika kita berpikir dan bertindak dengan kearifan ini, maka ini akan sangat bagus bagi kehidupan kita. Salam sayangku padamu. sumber: sufinews.com