Selasa, 21 Juni 2011
munajat ku
Di keheningan malam yang semakin larut....
ku terjaga..ku lirik jam dinding menunjukan hari masih teramat pagi,
ku langkahkan kaki tuk mengambil air dan bersuci
Yaa Allah......pagi ini ku penuhi Undangan mu
gemetar hati..... tatkala menyebut asma mu
bermunajat ku di pagi sunyi mengharapkan ke ridhoan illahi
Ya Allah yaa Robby......
hamba yang hina dan fakir ini menghadap kepada mu
penuh dosa dan kehinaan, hamba mengharap ampunan dari Mu
wahai Zat yang maha menatap, maha mendengar dan maha Mengetahui
apa yang tersembunyi di dalam hati setiap ikhsan
"Yaa Allah, Yaa Robbi, Yaa Karim, jangan engkau ungkit kebodohanku ...
hambaMu yang tidak pandai berkata manis, datang dengan berlumuran dosa dan segunung masalah dan harapan...apapun yg datang dariMu, asalkan Engkau tidak membenciku..aku rela yaa Allah".
Ya Hayyu Ya Qayyuum Subhaanaka Innii Kuntu Minadzoolimiin..
ya Allah ya robbi......
hamba memohon pada mu jagalah hamba agar tidak menentang pada Mu
teguhkan iman dalam hati ku agar tidak berpaling dari Mu
ya Allah....hamba yang hina ini binggung... banyaknya dosa dan kemaksiatan sehingga....
wajah yang mana yang hamba harus hadapkan pada mu?
sementara banyaknya kebaikan dan karunia mu
Illahi robbi...hamba malu menyeru mu... setelah begitu banyaknya dosa yang tiap hari di lakukan
yaa Allah ya robby...kemana hamba harus memohon pengampunan dosa kalau tidak kepada Mu
wahai Zat yang hama pengampun
siapakah yang akan mengasihi ku ? jika Engkau tidak mengasihi ku
ya robbi......hamba dalam kecemasan dan harap
yaa Allah....dalam keheningan pagi....Engkau selalu menyeru.....
siapa yang datang kepada ku mengarap ampunan ku, maka akan aku ampunkan
siapa yang datang kepada ku mengharap keridhoan ku maka akan ku beri
siapa yang meminta kepada ku niscaya akan ku kabulkan
yaa Allah ya robbi... kini aku datang kepada mu...
dengan rasa malu dan bersimpuh di hadapan mu
tolong dan bantulah hamba, mudahkanlah apa dari segala yang hamba takutkan
singkirkanlah segala kecemasan, hamba memohon dengan kebenaran Hak Mu, semurah- murahnya ke murahan Mu,
yaa Allah... cukupilah hamba dengan barang halal mu dari pada haram-Mu dan ketaatan dari pada pelangaran
serta kelebihan anugrah-Mu dari pada siapa pun selain Engkau
Allahuma soliala muhammad wa ala ali muhammaad ya robbi ya sami' do'a na.....amin
by : finakhayza khayza
Antara Sukma Nurani dan Sukma Dzulmani
Menurut para sufi, manusia adalah mahluk Allah yang paling sempurna di dunia ini. Hal ini,
seperti yang dikatakan Ibnu Arabi, manusia bukan saja karena merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi juga karena ia merupakan madzaz (penampakan atau tempat kenyataan) asma dan sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh.
Allah menjadikan Adam (manusia) sesuai dengan citra-Nya. Setelah jasad Adam dijadikan dari alam jisim, kemudian Allah meniupkan ruh-Nya ke dalam jasad Adam. Allah berfirman, "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (QS Al-Hijr: 29)
Jadi jasad manusia, menurut para sufi, hanyalah alat, perkakas atau kendaraan bagi rohani dalam melakukan aktivitasnya. Manusia pada hakikatnya bukanlah jasad lahir yang diciptakan dari unsur-unsur materi, akan tetapi rohani yang berada dalam dirinya yang selalu mempergunakan tugasnya.
Karena itu, pembahasan tentang jasad tidak banyak dilakukan para sufi dibandingkan pembahasan mereka tentang ruh (al-ruh), jiwa (al-nafs), akal (al-'aql) dan hati nurani atau jantung (al-qalb).
Ruh dan Jiwa (Al-Ruh dan Al-Nafs)
Banyak ulama yang menyamakan pengertian antara ruh dan jasad. Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Tetapi para ahli sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal dari tabiat Ilahi dan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci.
Karena ruh bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. Ruh di dalam diri manusia berfungsi sebagai sumber moral yang baik dan mulia. Jika ruh merupakan sumber akhlak yang mulia dan terpuji, maka lain halnya dengan jiwa. Jiwa adalah sumber akhlak tercela, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali membagi jiwa pada; jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani (binatang) dan jiwa insani.
Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang organis dari segi makan, tumbuh dan melahirkan. Adapun jiwa hewani, di samping memiliki daya makan untuk tumbuh dan melahirkan, juga memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang dan daya merasa, sedangkan jiwa insani mempunyai kelebihan dari segi daya berfikir (al-nafs al-nathiqah).
Daya jiwa yang berfikir (al-nafs al-nathiqah atau al-nafs al-insaniyah). Inilah, menurut para filsuf dan sufi, yang merupakan hakikat atau pribadi manusia. Sehingga dengan hakikat, ia dapat mengetahui hal-hal yang umum dan yang khusus, dzatnya dan penciptaannya.
Karena pada diri manusia tidak hanya memiliki jiwa insani (berpikir), tetapi juga jiwa nabati dan hewani, maka jiwa (nafs) manusia mejadi pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat yang tercela pada manusia. Itulah sebabnya jiwa manusia mempunyai sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya.
Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan memperturutkan ajakan syaithan, yang memang pada jiwa itu sendiri ada sifat kebinatangan, maka ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat. Firman Allah, "Sesungguhnya jiwa yang demikian itu selalu menyuruh berbuat jahat." (QS Ar-Ra'd: 53)
Apabila jiwa selalu dapat menentang dan melawan sifat-sifat tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu mencela manusia yang melakukan keburukan dan yang teledor dan lalai berbakti kepada Allah. Hal ini ditegaskan oleh-Nya, "Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela." (QS Al-Qiyamah: 2)
Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-sifat yang tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang tenang (al-nafs al-muthmainnah). Dalam hal ini Allah menegaskan, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa puas lagi diridhai, dan masuklah kepada hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku." (QS Al-Fajr: 27-30)
Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan jiwa yang telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah inilah yang telah
dijamin Allah langsung masuk surga.
Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu berhubungan dengan ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai sumber moral mulia dan terpuji, dan ia hanya mempunyai satu sifat, yaitu suci. Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen. Allah sampaikan, "Demi jiwa serta kesempurnaan-Nya, Allah mengilhamkan jiwa pada keburukan dan ketaqwaan." (QS Asy-Syams: 7-8). Artinya, dalam jiwa terdapat potensi buruk dan baik, karena itu jiwa terletak pada perjuangan baik dan buruk.
Akal
Akal yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau intelek (intellect) dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang terdapat dalam otak, sedangkan "hati" adalah daya jiwa (nafs nathiqah). Daya jiwa berpikir yang ada pada otak di kepala disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati (jantung) di dada disebut rasa (dzauq). Karena itu ada dua sumber pengetahuan, yaitu pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan pengetahuan akal, para sufi lebih mengunggulkan pengetahuan hati (rasa).
Menurut para filsuf Islam, akal yang telah mencapai tingkatan tertinggi—akal perolehan (akal mustafad)—ia dapat mengetahui kebahagiaan dan berusaha memperolehnya. Akal yang demikian akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan (surga). Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu berpaling, berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang demikian akan kekal dalam kesengsaraan (neraka).
Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak mengenal kebahagiaan, maka menurut Al-Farabi, jiwa yang demikian akan hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena kesempurnaan manusia menurut para filsuf terletak pada kesempurnaan pengetahuan akal dalam mengetahui dan memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika akan sampai ke tingkat akal perolehan.
Hati Sukma (Qalb)
Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab qalb. Sebenarnya terjemahan yang tepat dari qalb adalah jantung, bukan hati atau sukma. Tetapi, dalam pembahasan ini kita memakai kata hati sebagaimana yang sudah biasa. Hati adalah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak di dada sebelah kiri. Hati dalam pengertian ini bukanlah objek kajian kita di sini, karena hal itu termasuk bidang kedokteran yang cakupannya bisa lebih luas, misalnya hati binatang, bahkan bangkainya.
Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang halus, hati-nurani --daya pikir jiwa (daya nafs nathiqah) yang ada pada hati, di rongga dada. Dan daya berfikir itulah yang disebut dengan rasa (dzauq), yang memperoleh sumber pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Dalam kaitan ini Allah berfirman, "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan memahaminya." (QS Al-A'raaf: 179)
Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan sementara, bahwa menurut para filsuf dan sufi Islam, hakikat manusia itu jiwa yang berfikir (nafs insaniyah), tetapi mereka berbeda pendapat pada cara mencapai kesempurnaan manusia. Bagi para filsuf, kesempurnaan manusia diperoleh melalui pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah), sedangkan para sufi melalui pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Akal dan hati sama-sama merupakan daya berpikir.
Menurut sufi, hati yang bersifat nurani itulah sebagai wadah atau sumber ma'rifat—suatu alat untuk mengetahui hal-hal yang Ilahi. Hal ini hanya dimungkinkan jika hati telah bersih dari pencemaran hawa nafsu dengan menempuh fase-fase moral dengan latihan jiwa, serta menggantikan moral yang tercela dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh taqwa, wara' serta dzikir yang kontinyu, ilmu ladunni (ilmu Allah) yang memancarkan sinarnya dalam hati, sehingga ia dapat menjadi sumber atau wadah ma'rifat, dan akan mencapai pengenalan Allah. Dengan demikian, poros jalan sufi ialah moralitas.
Latihan-latihan ruhaniah yang sesuai dengan tabiat terpuji adalah sebagai kesehatan hati dan hal ini yang lebih berarti ketimbang kesehatan jasmani sebab penyakit anggota tubuh luar hanya akan membuat hilangnya kehidupan di dunia ini saja, sementara penyakit hati nurani akan membuat hilangnya kehidupan yang abadi. Hati nurani ini tidak terlepas dari penyakit, yang kalau dibiarkan justru akan membuatnya berkembang banyak dan akan berubah menjadi hati dzulmani—hati yang kotor.
Kesempurnaan hakikat manusia (nafs insaniyah) ditentukan oleh hasil perjuangan antara hati nurani dan hati dzulmani. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan rugilah orang yang mengotorinya." (QS Asy-Syams: 8-9)
Hati nurani bagaikan cermin, sementara pengetahuan adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jika cermin hati nurani tidak bening, hawa nafsunya yang tumbuh. Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan hawa nafsu itulah yang justru membuat hati-nurani bersih dan cemerlang serta mendapatkan limpahan cahaya dari Allah SWT.
Bagi para sufi, kata Al-Ghazali, Allah melimpahkan cahaya pada dada seseorang, tidaklah karena mempelajarinya, mengkajinya, ataupun menulis buku, tetapi dengan bersikap asketis terhadap dunia, menghindarkan diri dari hal-hal yang berkaitan dengannya, membebaskan hati nurani dari berbagai pesonanya, dan menerima Allah segenap hati. Dan barangsiapa memiliki Allah niscaya Allah adalah miliknya. Setiap hikmah muncul dari hati nurani, dengan keteguhan beribadah, tanpa belajar, tetapi lewat pancaran cahaya dari ilham Ilahi.
Hati atau sukma dzulmani selalu mempunyai keterkaitan dengan nafs atau jiwa nabati dan hewani. Itulah sebabnya ia selalu menggoda manusia untuk mengikuti hawa nafsunya. Kesempurnaan manusia (nafs nathiqah), tergantung pada kemampuan hati-nurani dalam pengendalian dan pengontrolan hati dzulmani.
Sumber: Jalaludin Rahmat
Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah-Pustaka Media
Newsroom republika
Posted by zezz & sufi road
Labels: Spiritualitas Sufi
seperti yang dikatakan Ibnu Arabi, manusia bukan saja karena merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi juga karena ia merupakan madzaz (penampakan atau tempat kenyataan) asma dan sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh.
Allah menjadikan Adam (manusia) sesuai dengan citra-Nya. Setelah jasad Adam dijadikan dari alam jisim, kemudian Allah meniupkan ruh-Nya ke dalam jasad Adam. Allah berfirman, "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (QS Al-Hijr: 29)
Jadi jasad manusia, menurut para sufi, hanyalah alat, perkakas atau kendaraan bagi rohani dalam melakukan aktivitasnya. Manusia pada hakikatnya bukanlah jasad lahir yang diciptakan dari unsur-unsur materi, akan tetapi rohani yang berada dalam dirinya yang selalu mempergunakan tugasnya.
Karena itu, pembahasan tentang jasad tidak banyak dilakukan para sufi dibandingkan pembahasan mereka tentang ruh (al-ruh), jiwa (al-nafs), akal (al-'aql) dan hati nurani atau jantung (al-qalb).
Ruh dan Jiwa (Al-Ruh dan Al-Nafs)
Banyak ulama yang menyamakan pengertian antara ruh dan jasad. Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Tetapi para ahli sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal dari tabiat Ilahi dan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci.
Karena ruh bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. Ruh di dalam diri manusia berfungsi sebagai sumber moral yang baik dan mulia. Jika ruh merupakan sumber akhlak yang mulia dan terpuji, maka lain halnya dengan jiwa. Jiwa adalah sumber akhlak tercela, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali membagi jiwa pada; jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani (binatang) dan jiwa insani.
Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang organis dari segi makan, tumbuh dan melahirkan. Adapun jiwa hewani, di samping memiliki daya makan untuk tumbuh dan melahirkan, juga memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang dan daya merasa, sedangkan jiwa insani mempunyai kelebihan dari segi daya berfikir (al-nafs al-nathiqah).
Daya jiwa yang berfikir (al-nafs al-nathiqah atau al-nafs al-insaniyah). Inilah, menurut para filsuf dan sufi, yang merupakan hakikat atau pribadi manusia. Sehingga dengan hakikat, ia dapat mengetahui hal-hal yang umum dan yang khusus, dzatnya dan penciptaannya.
Karena pada diri manusia tidak hanya memiliki jiwa insani (berpikir), tetapi juga jiwa nabati dan hewani, maka jiwa (nafs) manusia mejadi pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat yang tercela pada manusia. Itulah sebabnya jiwa manusia mempunyai sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya.
Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan memperturutkan ajakan syaithan, yang memang pada jiwa itu sendiri ada sifat kebinatangan, maka ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat. Firman Allah, "Sesungguhnya jiwa yang demikian itu selalu menyuruh berbuat jahat." (QS Ar-Ra'd: 53)
Apabila jiwa selalu dapat menentang dan melawan sifat-sifat tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu mencela manusia yang melakukan keburukan dan yang teledor dan lalai berbakti kepada Allah. Hal ini ditegaskan oleh-Nya, "Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela." (QS Al-Qiyamah: 2)
Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-sifat yang tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang tenang (al-nafs al-muthmainnah). Dalam hal ini Allah menegaskan, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa puas lagi diridhai, dan masuklah kepada hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku." (QS Al-Fajr: 27-30)
Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan jiwa yang telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah inilah yang telah
dijamin Allah langsung masuk surga.
Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu berhubungan dengan ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai sumber moral mulia dan terpuji, dan ia hanya mempunyai satu sifat, yaitu suci. Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen. Allah sampaikan, "Demi jiwa serta kesempurnaan-Nya, Allah mengilhamkan jiwa pada keburukan dan ketaqwaan." (QS Asy-Syams: 7-8). Artinya, dalam jiwa terdapat potensi buruk dan baik, karena itu jiwa terletak pada perjuangan baik dan buruk.
Akal
Akal yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau intelek (intellect) dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang terdapat dalam otak, sedangkan "hati" adalah daya jiwa (nafs nathiqah). Daya jiwa berpikir yang ada pada otak di kepala disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati (jantung) di dada disebut rasa (dzauq). Karena itu ada dua sumber pengetahuan, yaitu pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan pengetahuan akal, para sufi lebih mengunggulkan pengetahuan hati (rasa).
Menurut para filsuf Islam, akal yang telah mencapai tingkatan tertinggi—akal perolehan (akal mustafad)—ia dapat mengetahui kebahagiaan dan berusaha memperolehnya. Akal yang demikian akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan (surga). Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu berpaling, berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang demikian akan kekal dalam kesengsaraan (neraka).
Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak mengenal kebahagiaan, maka menurut Al-Farabi, jiwa yang demikian akan hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena kesempurnaan manusia menurut para filsuf terletak pada kesempurnaan pengetahuan akal dalam mengetahui dan memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika akan sampai ke tingkat akal perolehan.
Hati Sukma (Qalb)
Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab qalb. Sebenarnya terjemahan yang tepat dari qalb adalah jantung, bukan hati atau sukma. Tetapi, dalam pembahasan ini kita memakai kata hati sebagaimana yang sudah biasa. Hati adalah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak di dada sebelah kiri. Hati dalam pengertian ini bukanlah objek kajian kita di sini, karena hal itu termasuk bidang kedokteran yang cakupannya bisa lebih luas, misalnya hati binatang, bahkan bangkainya.
Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang halus, hati-nurani --daya pikir jiwa (daya nafs nathiqah) yang ada pada hati, di rongga dada. Dan daya berfikir itulah yang disebut dengan rasa (dzauq), yang memperoleh sumber pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Dalam kaitan ini Allah berfirman, "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan memahaminya." (QS Al-A'raaf: 179)
Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan sementara, bahwa menurut para filsuf dan sufi Islam, hakikat manusia itu jiwa yang berfikir (nafs insaniyah), tetapi mereka berbeda pendapat pada cara mencapai kesempurnaan manusia. Bagi para filsuf, kesempurnaan manusia diperoleh melalui pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah), sedangkan para sufi melalui pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Akal dan hati sama-sama merupakan daya berpikir.
Menurut sufi, hati yang bersifat nurani itulah sebagai wadah atau sumber ma'rifat—suatu alat untuk mengetahui hal-hal yang Ilahi. Hal ini hanya dimungkinkan jika hati telah bersih dari pencemaran hawa nafsu dengan menempuh fase-fase moral dengan latihan jiwa, serta menggantikan moral yang tercela dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh taqwa, wara' serta dzikir yang kontinyu, ilmu ladunni (ilmu Allah) yang memancarkan sinarnya dalam hati, sehingga ia dapat menjadi sumber atau wadah ma'rifat, dan akan mencapai pengenalan Allah. Dengan demikian, poros jalan sufi ialah moralitas.
Latihan-latihan ruhaniah yang sesuai dengan tabiat terpuji adalah sebagai kesehatan hati dan hal ini yang lebih berarti ketimbang kesehatan jasmani sebab penyakit anggota tubuh luar hanya akan membuat hilangnya kehidupan di dunia ini saja, sementara penyakit hati nurani akan membuat hilangnya kehidupan yang abadi. Hati nurani ini tidak terlepas dari penyakit, yang kalau dibiarkan justru akan membuatnya berkembang banyak dan akan berubah menjadi hati dzulmani—hati yang kotor.
Kesempurnaan hakikat manusia (nafs insaniyah) ditentukan oleh hasil perjuangan antara hati nurani dan hati dzulmani. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan rugilah orang yang mengotorinya." (QS Asy-Syams: 8-9)
Hati nurani bagaikan cermin, sementara pengetahuan adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jika cermin hati nurani tidak bening, hawa nafsunya yang tumbuh. Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan hawa nafsu itulah yang justru membuat hati-nurani bersih dan cemerlang serta mendapatkan limpahan cahaya dari Allah SWT.
Bagi para sufi, kata Al-Ghazali, Allah melimpahkan cahaya pada dada seseorang, tidaklah karena mempelajarinya, mengkajinya, ataupun menulis buku, tetapi dengan bersikap asketis terhadap dunia, menghindarkan diri dari hal-hal yang berkaitan dengannya, membebaskan hati nurani dari berbagai pesonanya, dan menerima Allah segenap hati. Dan barangsiapa memiliki Allah niscaya Allah adalah miliknya. Setiap hikmah muncul dari hati nurani, dengan keteguhan beribadah, tanpa belajar, tetapi lewat pancaran cahaya dari ilham Ilahi.
Hati atau sukma dzulmani selalu mempunyai keterkaitan dengan nafs atau jiwa nabati dan hewani. Itulah sebabnya ia selalu menggoda manusia untuk mengikuti hawa nafsunya. Kesempurnaan manusia (nafs nathiqah), tergantung pada kemampuan hati-nurani dalam pengendalian dan pengontrolan hati dzulmani.
Sumber: Jalaludin Rahmat
Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah-Pustaka Media
Newsroom republika
Posted by zezz & sufi road
Labels: Spiritualitas Sufi
Senin, 20 Juni 2011
AL FATIHAH
AMALAN INI DIBACA DENGAN RUTIN/ISTIQOMAH SETIAP HARI SESUDAH SHOLAT FARDU FAEDAHNYA INSYA ALLAH UNTUK KEKAYAAN DAN BANYAK REJEKI,TERHINDAR DARI SEGALA BENCANA DAN KEJAHATAN SEGALA MAKHLUK,SUKSES DAN BERHASIL SEGALA HAJAT/TUJUAN.
MEMBACA SURAT AL-FATIHAH DENGAN URUTAN SEBAGAI BERIKUT:
VERSI 1:
SELESAI SHOLAT SUBUH MEMBACA AL-FATIHA 21X
SELESAI SHOLAT DHUHUR MEMBACA AL-FATIHA 22X
SELESAI SHOLAT ASYAR MEMBACA AL-FATIHA 23X
SELESAI SHOLAT MAGHRIB MEMBACA AL-FATIHA 24X
SELESAI SHOLAT ISYA MEMBACA AL-FATIHA 10X
VERSI 2:
SELESAI SHOLAT SUBUH MEMBACA AL-FATIHA 30X
SELESAI SHOLAT DHUHUR MEMBACA AL-FATIHA 25X
SELESAI SHOLAT ASYAR MEMBACA AL-FATIHA 20X
SELESAI SHOLAT MAGHRIB MEMBACA AL-FATIHA 15X
SELESAI SHOLAT ISYA MEMBACA AL-FATIHA 10X
SETELAH SELESAI MEMBACA SURAH AL-FATIHAH SESUAI HITUNGANNYA MEMBACA DO’A BERIKUT INI:
BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM.
ALHAMDULILLAAHI ROBBIL ‘ALAMIIN. WAS SHOLAATU WAS SALAAMU ‘ALAA SAYYIDIL AMBIYAA-I WAL MURSALIIN SAYYIDINAA MUHAMMADIW WA ‘ALAA AALIHI WA- ASH-HAABIHI AJMA’IIN. ALLOOHUMMA INNAA NAS-ALUKA BIHAQQI SUROTIL FAATIHATIL MU’AZH-ZHOMAH WAS SAB’IL MATSAANI WAL QUR-AANIL ‘AZHIIM, AN TAFTAHA LANAA BIKULLI KHOIR, WA-AN TATAFAZH-ZHOLA ‘ALAINAA BIKULLI KHOIR, WA-AN TAJ’ALANAA MIN AHLIL KHOIR, WA-AN TU’AAMILANAA MU’AAMALATAKA LI AHLIL KHOIR, WA-AN TAHFAZHONAA FII AD-YAA NINAA WA-ANFUSINAA WA-AWLADINAA WA-AHLIINA WA-ASH-HAABINAA WA-AHBAABINAA MIN KULLI MIHNATIN WA BUKSIN WA FITNATIN WA DHOIR, INNAKA WALIYYU KULLI KHOIR, WA MUTAFADH-DHILUN BIKULLI KHOIR, WA MU’ THII KULLA KHOIR, YAA ARHAMAR ROHIMIIN, YAA ARHAMAR ROHIMIIN, YAA ARHAMAR ROHIMIIN, WASHOLLALLOOHU ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIW WA ‘ALAA AALIHI WA-ASH-HABIHI AJMA’IIN, WAL HAMDULILLAAHI ROBBIL ‘ALAMIIN. 1X ATAU 3X.
UNTUK MEMBACA AL-FATIHA NYA BOLEH DIPILIH SALAH SATU ANTARA VERSI 1 ATAU VERSI 2.
SEMOGA MANFAAT DUNIA DAN AKHIRAT.AMIN YA ROBBAL 'ALAMIN...
WIRID SABDO DADI
Prayoga Gemilang
gemilang.prayoga@yahoo.co.id
assalamu alaikum wr wb bolo wongalus semua.
Ilmu ini saya dapatkan pd th.2007 yg lalu dari seorang ustad yg juga teman di pesantren dulu. Kemanfaatannya insya Allah agar ucapan kita bs jadi nyata (sabdo dadi). Dengan tata caranya adalah sbb:
Puasa 1 hari.
Malamnya baca doa di bawah ini 100x dan tiupkan pd segenggam bunga melati, tapi sebelumnya melaksanakan sholat hajat dulu dan tawassul umum sebisanya.
Terakhir bunga melati dimasukkan dalam bak air dan gunakan untuk mandi pada tengah malam itu juga.
Setelah semua prosesi selesai,dawamkan amalan tersebut tiap habis sholat subuh dan maghrib masing2 sebanyak 25x bacaan amalannya sbb:
ALLAHUMMA YA ALIYYU MING QOODIRIW WA ALIYYU MIWWAROOQIL JANNATI BIROHMATIKA YA ARHAMAR ROHIMIN.
Demikian amalan yg singkat ini saya bagikan untuk sedulur wongalus semua.Bagi yang mau mengamalkan monggo saja diamalkan. Dan satu pesan saya stlh rutin mengamalkan hrs bs menjaga ucapan.karena ucapan kita akan bs terjadi kapan saja.
Wassalamu alaikum wr wb
salam seduluran.
YINGYANG
posted by: wongalus
Sabtu, 18 Juni 2011
internet sukses
http://www.internetsukses.com
http://sulhadi.com/
http://www.tutorial-gratisan.co.cc/2011/04/27/cara-membuat-website-dengan-domain-dan-hosting-serba-gratis/
http://sulhadi.com
http://www.internetsukses.com
http://www.world-entrepreneur.com
http://www.workshop-film.com
http://sulhadi.com/
http://www.tutorial-gratisan.co.cc/2011/04/27/cara-membuat-website-dengan-domain-dan-hosting-serba-gratis/
http://sulhadi.com
http://www.internetsukses.com
http://www.world-entrepreneur.com
http://www.workshop-film.com
INTERNETSUKSES.com
KANTOR dan LAB kami
Jl. Cemara No. 5 Kayu Putih, Jakarta Timur
Lewat dari Jl. Waringin Raya daerah Mardongan
(Belakang Universitas JAYABAYA dan depan Masjid Besar ALMUJADDID)
Hubungi Call Center kami
Hari Senin - Jumat
Jam 11.00 - 18.00 WIB
021-99 24 9400 (call)
021-99 24 2090 (call)
021-33 8454 66 (call)
021-33 8454 88 (call)
0813 11 62 55 01 (khusus no. ini sms only)
KANTOR dan LAB kami
Jl. Cemara No. 5 Kayu Putih, Jakarta Timur
Lewat dari Jl. Waringin Raya daerah Mardongan
(Belakang Universitas JAYABAYA dan depan Masjid Besar ALMUJADDID)
Hubungi Call Center kami
Hari Senin - Jumat
Jam 11.00 - 18.00 WIB
021-99 24 9400 (call)
021-99 24 2090 (call)
021-33 8454 66 (call)
021-33 8454 88 (call)
0813 11 62 55 01 (khusus no. ini sms only)